Senin, 12 Oktober 2009

KELELAHAN


Anda lelah, tetapi tugas masih menumpuk? Kini tersedia banyak produk minuman yang dipercaya bisa memberi tenaga ekstra. Kafein di dalamnya memacu pikiran menjadi lebih aktif dan bersemangat. Namun, obat kuat itu sebenarnya tidak mengusir kelelahan. Ia hanya menundanya! Tubuh Anda tidak bisa dipaksa bekerja di luar batas. Kelelahan adalah tanda bahwa tubuh sudah mencapai beban puncak. Yang Anda perlukan hanyalah istirahat.

Ketika Yitro mengunjungi Musa, dilihatnya sang menantu sangat kelelahan. Sepanjang hari Musa mendengar dan menyelesaikan perkara seluruh umat sendirian. Satu per satu. Bayangkan: satu orang melayani ratusan ribu, bahkan jutaan orang! Musa kekurangan waktu istirahat. Dengan memaksa diri bekerja saat tubuh lelah, produktivitasnya pasti menurun. Umat pun tidak bisa terlayani dengan baik. Maka, Yitro mengusulkan agar Musa membentuk tim kerja. Dengan belajar percaya kepada orang lain dan membagi-bagi tugas, Musa tak perlu sendirian bekerja sampai di luar batas. Yitro yakin, Tuhan tak pernah memberi tugas kepada seseorang di luar kesanggupannya.

Orang yang bekerja mati-matian tanpa kenal istirahat sering dianggap orang yang tekun dan penuh dedikasi. Ini keliru. Menolak untuk beristirahat itu tidak berhikmat. Tidak menghargai bagaimana Allah merancang tubuh kita. Betapa sering kualitas kerja malah menjadi melorot atau emosi menjadi labil saat kita kelelahan. Lalu, kita jadi cepat marah! Jika beban kerja Anda berlebihan, kurangilah atau minta bantuan orang lain mengerjakannya. Jangan memaksakan diri!

BEKERJA DI LUAR BATAS KEMAMPUAN
JELAS BUKANLAH KEHENDAK TUHAN

BENARKAH SURGA DI TELAPAK KAKI IBU


Pepatah adanya surga di kaki seorang ibu, mengingatkan kita bahwa betapa pentingnya arti seorang ibu di sini. Seorang ibu adalah tempat berlindungnya seorang anak saat mengalami kesusahan atau permasalahan hidup. Seorang ibu juga yang berperan memberikan kenyamanan bagi seisi rumahnya, termasuk suaminya, yang bisa memberikan sebuah surga di dalam kehidupan nyata ini, dalam lingkup keluarganya. Ibu yang mengetahui dengan jelas apa arti seorang ibu dan apa tugasnya sebagai seorang ibu, niscaya benar-benar bisa memberikan arti sebuah surga didalam kaluarganya. Sebuah keluarga yang penuh kedamain dan kebahagiaan.
Bukan sebuah keluarga yang amburadul sampai-sampai anak-anak dan suaminya tidak ada yang betah tinggal di rumah. Serang ibu yang penuh belas kasih, perhatian, lemah lembut dan penuh pengertian serta tidak membedakan anak satu dengan lainnya, niscaya akan menimbulkan suasana yang damai dan tentram. Tidak hanya itu, seorang ibu yang mampu bersikap demikian niscaya akan menimbulkan efek yang baik untuk seluruh isi keluarganya. Anak dan suaminya niscaya akan mencontoh perilkunya serta berlaku hormat kepadanya. Sebuah aura positif akan membawa kemurnian di lingkungannya. Seorang ibu pula yang dalam kehidupan sehari-hari mendidik anak sejak dia lahir hingga dewasa agar mampu memahami nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan ini. Jadi bagaimana seorang ibu bisa mengajarkan kebajikan, jika ibu itu sendiri tidak tahu makna kebajikan yang sebenarnya ?
Tugas seorang ibu mungkin terasa sangat berat, tapi dibalik semua itu, adalah pahala yang melimpah baginya jika mampu membawa kebaikan buat semua orang. Jika setiap ibu mampu berbuat begini bagi keluarganya, maka seluruh lapisan masyarakat pun akan mengalami perubahan kearah yang lebih baik.
Terkadang sebagai wanita banyak yang memprotes pepatah ini karena memberi kesan seolah-olah yang bertanggung jawab atas kebahagiaan keluarganya adalah seorang ibu, bagaimana kewajiban laki-laki sebagai suami ? Sebagai manusia yang punya kebajikan dan kebijakan tidak akan pernah mau berlomba dalam keburukan. Jika laki-laki sebagai suaminya bertingkah buruk, maka sebagai istri tidak perlu berlomba untuk bersikap buruk pula, atau bahkan lebih buruk dari dia. Karena bagaimanapun dosa adalah dipikul oleh si pembuat dosa itu sendiri, sebagai istri hanya bisa mengingatkan, dengan tulus dan belas kasih, niscaya akan berbuah kebajikan. Ada juga seorang ibu yang salah menyalahkan artikan pepatah ini, dikiranya sebagai ibu adalah yang menentukan seorang anaknya bisa masuk surga atau tidak kelak setelah kematiannya. Dengan demikian setiap pandangan dan sikap perilaku seorang ibu tidak ada yang boleh menentang atau mengomentarinya. Kalau menentang dianggap sebagai anak yang durhaka dan tidak akan bisa masuk surga.
Sementara seorang ibu itu sendiri tidak pernah menyadari kalau perbuatan dan sikapnya telah melukai suami dan anaknya sendiri, tanpa sadar setiap hari mengomel dari A-Z, setiap hari berkata kasar hanya karena ingin menuruti keinginanya sendiri.. Jika memang ada surga di telapak kaki ibu, tentunya adalah seorang ibu yang bagaimana yang ada surga di telapaknya ?, sehingga keluarganya seakan telah menemukan sebuah surga di dunia ini.
Dibicarakan lebih dalam, untuk bisa mencapai surga adalah dengan bersikap dan berperilaku sesuai dengan kriteria hukum Tuhan. Dalam lingkungan yang rumit, dalam permasalahan dan penderitaan yang berbelit, jika seseorang mampu melewati dengan baik dan ikhlas, niscaya surga tidak jauh dari kita. Seorang ibu hanyalah sebagai perantara atau jalan kita menyebarang agar sampai ke surga. Seandainya ibu kita, bapak kita, saudara kita atau siapapun yang telah memberikan penderitaan baik lahir maupun batin, semua itu adalah ujian yang dicipta oleh Tuhan buat kita, untuk dilihat apakah kita mampu melewati ujian tersebut dengan lapang dada dan tanpa mendendam. Jika kita mampu melewatinya niscaya surga ada di depan kita. Tuhan tidak membedakan umatnya, entah dia kaya atau miskin, seorang ibu atau seorang ayah, semua diperlakukan hal yang sama dalam upayanya menuju ke surga. Jika dia seorang ibu maka mungkin ujiannya adalah melalui suami dan anaknya, dan jika dia seorang bapak maka ujiannya mungkin melalui istri dan anaknya. Semua manusia diberi ujian untuk menyaring siapa yang layak menjadi penghuni di surga-Nya.



BURUNG BERSAYAP SEBELAH


Seorang teman dengan potensi tinggi, mengeluh berat setelah pindah-pindah kerja di lebih dari lima tempat. Tadinya, saya fikir ia mencari penghasilan yang lebih tinggi. Setelah mendengarkan dengan penuh empati, rekan ini rupanya mengalami kesulitan dengan lingkungan kerja. Di semua tempat kerja sebelumnya, dia selalu bertemu dengan orang yang tidak cocok. Di sini tidak cocok dengan atasan, di situ bentrok dengan rekan sejawat, di tempat lain malah diprotes bawahan.
Kalau rekan di atas berhobi pindah-pindah kerja, seorang sahabat saya yang lain punya pengalaman yang lain lagi. Setelah berganti istri sejumlah tiga kali, dengan berbagai alasan yang berbau tidak cocok, ia kemudian merasa capek dengan kegiatan berganti-ganti pasangan ini.

Seorang pengusaha berhasil punya pengalaman lain lagi. Setiap kali menerima orang baru sebagai pimpinan puncak, ia senantiasa semangat dan penuh optimis. Seolah-olah orang baru yang datang pasti bisa menyelesaikan semua masalah. Akan tetapi, begitu orang baru ini berumur kerja lebih dari satu tahun, maka mulailah kelihatan busuk-busuknya. Dan ia pun mulai capek dengan kegiatan berganti-ganti pimpinan puncak ini.

Digabung menjadi satu, seluruh cerita ini menunjukkan bahwa kalau motif kita mencari pasangan - entah pasangan hidup maupun pasangan kerja – adalah mencari orang yang cocok di semua bidang, sebaiknya dilupakan saja.
Bercermin dari semua inilah, maka sering kali saya ungkapkan di depan lebih dari ratusan forum, bahwa fundamen paling dasar dari manajemen sumber daya manusia adalah manajemen perbedaan. Yang mencakup dua hal mendasar : menerima perbedaan dan mentransformasikan perbedaan sebagai kekayaan.

Sayangnya, kendati idenya sederhana, namun implementasinya memerlukan upaya yang tidak kecil. Ini bisa terjadi, karena tidak sedikit dari kita yang menganggap diri seperti burung yang bersayap lengkap. Bisa terbang (baca : hidup dan bekerja ) sendiri tanpa ketergantungan pada orang lain. Padahal, meminjam apa yang pernah ditulis Luciano de Crescendo, kita semua sebenarnya lebih mirip dengan burung yang bersayap sebelah. Dan hanya bisa terbang kalau mau berpelukan erat-erat bersama orang lain.

Anda boleh berpendapat lain, namun pengalaman, pergaulan dan bacaan saya menunjukkan dukungan yang amat kuat terhadap pengandaian burung bersayap sebelah terakhir.
Di perusahaan, hampir tidak pernah saya bertemu pemimpin berhasil tanpa kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Di keluarga, tidak pernah saya temukan keluarga bahagia tanpa kesediaan sengaja untuk 'berpelukan' dengan anggota keluarga yang lain. Di tingkat pemimpin negara, orang sehebat Nelson Mandela dan Kim Dae Jung bahkan mau berpelukan bersama orang yang dulu pernah menyiksanya.

Lebih-lebih kalau kegiatan berpelukan ini dilakukan dengan penuh cinta. Ia tidak saja merubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, mentransformasikan kegagalan menjadi keberhasilan, namun juga membuat semuanya tampak indah dan menyenangkan. Makanya, penulis buku Chicken Soup For The Couple Soul mengemukakan, cinta adalah rahmat Tuhan yang terbesar. Demikian besarnya makna dan dampak cinta, sampai-sampai ia tidak bisa dibandingkan dengan apapun.Rugi besarlah manusia yang selama hidupnya tidak pernah mengenal cinta. Ia seperti pendaki gunung yang tidak pernah sampai di puncak gunung. Capek, lelah, penuh perjuangan namun sia-sia.
Ini semua, mendidik saya untuk hidup dengan pelukan cinta. Di pagi hari ketika baru bangun dan membuka jendela, saya senantiasa berterimakasih akan pagi yang indah. Dan mencari-cari lambang cinta yang bisa saya peluk. Entah itu pohon bonsai di halaman rumah, ikan koi di kolam, atau suara anak yang rajin menonton film kartun. Begitu keluar dari kamar tidur, akan indah sekali hidup ini rasanya kalau saya mencium anak, atau istri. Melihat burung gereja yang memakan nasi yang sengaja diletakkam di pinggir kali, juga menghasilkan pelukan cinta tersendiri. Demikian juga dengan di kantor, godaan memang ada banyak sekali. Dari marah, stres, frustrasi, egois sampai dengan nafsu untuk memecat orang.

Namun, begitu saya ingat karyawan dan karyawati bawah yang bekerja penuh ketulusan, dan menghitung jumlah perut yang tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan, energi pelukan cinta entah datang dari mana.
Kembali ke pengandaian awal tentang burung dengan sebelah sayap, Tuhan memang tidak pernah melahirkan manusia yang sempurna. Kita selalu lebih di sini dan kurang di situ. Atau sebaliknya. Kesombongan atau keyakinan berlebihan yang menganggap kita bisa sukses sendiri tanpa bantuan orang lain, hanya akan membuat kita bernasib sama dengan burung yang bersayap sebelah, namun memaksa diri untuk terbang.

Sepintar dan sehebat apapun kita, tetap kita hanya akan memiliki sebelah sayap. Mau belajar, berjuang, berdoa, bermeditasi atau sebesar dan sehebat apapun usaha kita, semuanya akan diakhiri dengan jumlah sayap yang hanya sebelah. Oleh karena alasan inilah, saya selalu ingat pesan seorang rekan untuk memulai kehidupan setiap hari dengan pelukan. Entah itu memeluk anak, memeluk istri, memeluk kehidupan, memeluk alam semesta, memeluk Tuhan atau di kantor memulai kerja dengan 'memeluk' orang lain.

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” I Kor 13:4-7

KESOMBONGAN


Ya Tuhan ambillah kesombonganku dariku.Tuhan berkata, "Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya."
Ya Tuhan sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat. Tuhan berkata, "Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara."
Ya Tuhan beri aku kesabaran.Tuhan berkata, "Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan; tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri."
Ya Tuhan beri aku kebahagiaan.Tuhan berkata, "Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri."
Ya Tuhan jauhkan aku dari kesusahan.Tuhan berkata, "Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada-Ku."
Ya Tuhan beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat.Tuhan berkata, "Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal."
Ya Tuhan bantu aku MENCINTAI orang lain, sebesar cintaMu padaku.Tuhan berkata... "Ahhhh, akhirnya kau mengerti !"

Kadangkala kita berpikir bahwa Tuhan tidak adil, kita telah susah payah memanjatkan doa, meminta dan berusaha, pagi - siang - malam, tapi tak ada hasilnya. Kita mengharapkan diberi pekerjaan, puluhan - bahkan ratusan lamaran telah kita kirimkan tak ada jawaban sama sekali.
Kita sudah bekerja keras dalam pekerjaan mengharapkan jabatan, tapi justru orang lain yang mendapatkannya --- tanpa susah payah. Kita mengharapkan diberi pasangan hidup yang baik dan sesuai, berakhir dengan penolakkan dan kegagalan, orang lain dengan mudah berganti pasangan. Kita menginginkan harta yang berkecukupan, namun kebutuhan terus meningkat.

Coba kita bayangkan diri kita seperti anak kecil yang sedang demam dan pilek, lalu kita melihat tukang es. Kita yang sedang panas badannya merasa haus dan merasa dengan minum es dapat mengobati rasa demam (maklum anak kecil). Lalu kita meminta pada orang tua kita (seperti kita berdoa memohon pada Tuhan) dan merengek agar dibelikan es. Orangtua kita tentu lebih tahu kalau es dapat memperparah penyakit kita. Tentu dengan segala dalih kita tidak dibelikan es. Orangtua kita tentu ingin kita sembuh dulu baru boleh minum es yang lezat itu.
Begitu pula dengan Tuhan, segala yang kita minta Tuhan tahu apa yang paling baik bagi kita. Mungkin tidak sekarang, atau tidak di dunia ini Tuhan mengabulkannya. Karena Tuhan tahu yang terbaik yang kita tidak tahu. Kita sembuhkan dulu diri kita sendiri dari "pilek" dan "demam".... dan terus berdoa.