Selasa, 15 Juli 2008

MENGELOLA KEKECEWAAN DAN KEPAHITAN

Pada suatu petang yang sendu seekor anak kerang di dasar laut datang mengadu dan mengaduh kepada ibunya. Sebutir pasir tajam bagai sembilu memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku,” kata sang ibu sambil bercucuran air mata,” Tuhan tidak memberikan kepada kita bangsa kerang ini sebuah tangan pun, sehingga ibu tak bisa menolongmu. Sakit sekali , aku tahu anakku..
Namun terimalah itu sebagai takdir alam. Jadi, kuatkanlah hatimu, nak. Jangan lagi terlalu lincah. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu. Tegarkan jiwamu menanggung nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa engkau perbuat anakku,” bujuk ibunya dengan lembut namun pilu.

Si anak kerang pun mencoba nasihat bundanya. Ada hasilnya, namun perih pedih tak alang kepalang. Kadang kala, di tengah-tengah erang kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Namun tak ada pilihan lain. Ia terus bertahan, dan dengan banyak air mata ia berusaha tegar, mengukuhkan hati, menguatkan jiwa, bertahun-tahun lamanya. Tanpa disadarinya, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya . Makin lama makin halus. Kian lama kian bulat. Rasa sakit pun semakin berkurang. Mutiara juga semakin menjadi. Kini, bahkan rasa sakitnya terasa biasa. Dan ketika masanya tiba, sebutir mutiara besar, utuh dan mengkilap, akhirnya terbentuk sempurna.

Si anak kerang berhasil merubah pasir menjadi mutiara. Deritanya berubah menjadi mahkota kemuliaan. Air matanya kini menjadi harta sangat berharga. Dirinya sekarang, sebagai bentukan nestapa bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lainnya yang cuma di santap orang di bawah naungan tenda-tenda di pinggir jalan yang bertuliskan “ Sedia Kerang Rebus “ . Kristal kekecewaannya kini telah menjadi perhiasan mahal dan bergengsi tinggi di leher-leher indah para perempuan kaya yang menambah kejelitaan mereka.

Pembaca, cerita di atas merupakan sebuah paradigma yang menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan kerang biasa menjadi kerang luar biasa. Pesan terpentingnya adalah bahwa kesulitan, penderitaan dan kekecewaan dapat mengubah orang biasa menjadi orang luar biasa. Itulah yang terjadi pada orang-orang besar seperti : Siddharta Gautama, Abraham Lincoln, Mahatma Gandhi, A.H Nasution, Corazon Aquino, Kim Dae Jung atau Nelson Mandela.

Di jantungnya, kemampuan bertahan dalam penderitaan, tabah dan gagah menghadapi berbagai kegagalan, merupakan sebuah semangat murni, segumpal motivasai akbar, atau segelegak roh keberhasilan yang terus mendidih dan meruap abadi dari hati manusia. Inilah yang bertanggung jawab bagi dihasilkannya kinerja dan karya para maestro.

Namun yang terlebih penting lagi, penderitaan adalah proses menjadinya seorang maestro atau mengaktualnya seorang anak manusia menjadi insan sepenuhnya. Dengan kata lain, dengan via dolorosa*) kita sedang mewujudkan cetak biru Sang Pencipta bagi dan dalam diri kita. Saya telah tiba pada keyakinan ini : there is no greatness without suffering.

Jadi apabila Anda sedang menderita hari ini, apa pun jenisnya, apa pun sebabnya, bagaimanapun beratnya, saran saya cuma satu: bertahanlah! Bergurulah pada anak kerang. Dan bersiap-siaplah menjadi orang luar biasa, menjadi maestro!

Juga, bersiap-siaplah menjadi wong waskita lan legawa, orang bijak dan berjiwa besar , yaitu jenis manusia yang sudah mampu memahami kehidupan secara mendalam dan integral, tahu pahit getirnya, kenal kepalsuan-kepalsuan nya, mengerti paradoks-paradoksny a, dan menemukan hakikat kehidupan itu sendiri secara holistic. Orang yang demikianlah yang mampu mengubah pasir menjadi mutiara. *******

Tidak ada komentar: